Jakarta – Forum aktivis Cik Di Tiro menggelar aksi simbolik di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (Unisa), Gamping, Sleman, yang menjadi lokasi rapat pleno PP Muhammadiyah pada Sabtu (27/7) siang. Aksi ini berlangsung di Convention Hall Masjid Walidah, sebelah utara kampus, di mana PP Muhammadiyah bersama pengurus wilayah se-Indonesia akan membahas penawaran pemerintah terkait izin tambang.
Dalam aksi tersebut, massa aktivis membawa dua spanduk dan sejumlah poster. Salah satu spanduk mengandung sindiran untuk PP Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan tulisan ‘Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang’. Doa qunut memang menjadi salah satu perbedaan antara Muhammadiyah dan NU dalam melaksanakan ibadah salat Subuh, di mana warga NU melantunkan doa qunut, sedangkan Muhammadiyah tidak melakukannya.
Diketahui bahwa PBNU telah lebih dulu menerima izin pengelolaan tambang, sementara PP Muhammadiyah akan mengumumkannya secara resmi melalui pleno pada 27-28 Juni di Convention Hall Masjid Walidah Unisa.
Inisiator Forum Cik Di Tiro, Masduki, menjelaskan bahwa aksi simbolik ini bertujuan untuk mendesak PP Muhammadiyah menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah.
Masduki menegaskan bahwa pertambangan memiliki dampak negatif yang signifikan. Pertama, tambang itu merusak. Kedua, tambang itu merusak. Ketiga, tambang itu merusak,” sambungnya. Ia juga menambahkan bahwa urusan tambang ini nantinya akan merusak tata kelola ormas itu sendiri, seperti yang terjadi pada Nahdlatul Ulama.
Pertambangan, lanjut Masduki, telah merusak hak-hak sipil warga negara dan banyak korban telah terpapar bisnis ekstraksi ini.
Dalam aksi ini, Forum Cik Di Tiro akan menyerahkan pernyataan lengkap kepada panitia mengenai desakan penolakan pengelolaan tambang. Harapannya, pernyataan ini dapat menjadi masukan bagi PP Muhammadiyah. Salah seorang peserta aksi bahkan membakar Kartu Tanda Anggota (KTA) Muhammadiyah sebagai simbol ketidaknyamanan terhadap kecenderungan Muhammadiyah menerima konsesi tambang.
Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Azrul Tanjung, sebelumnya menyebut bahwa organisasinya sepakat menerima tawaran pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengelola tambang. Keputusan ini dibuat setelah rapat pleno pertengahan bulan ini. Azrul mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan kajian mendalam sebelum menerima izin tambang, dan Muhammadiyah siap mengelola tambang dengan memperhatikan dampak lingkungan melalui program tambang hijau.
Azrul menjelaskan bahwa Muhammadiyah berdiskusi dengan para pakar sebelum mengambil keputusan tersebut, mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi, bisnis, sosial, budaya, hukum, HAM, dan lingkungan selama tiga bulan terakhir. Jika manusia melepas ketergantungan terhadap batu bara, maka dunia akan gelap gulita.
Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan bahwa organisasinya akan menyampaikan sikap resmi terkait izin tambang usai pelaksanaan konsolidasi nasional Muhammadiyah pada 27-28 Juli mendatang.