Jakarta – Ketegangan di Timur Tengah semakin memanas, dengan Israel berjanji untuk membalas dendam ke Lebanon sementara Iran memberikan peringatan keras. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya perang baru di kawasan tersebut.
Israel Siap Balas Dendam
Pada Minggu waktu setempat, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bersumpah akan menyerang “musuh dengan keras” setelah tembakan roket dari Lebanon menewaskan 12 orang muda di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel.
Penembakan roket maut tersebut terjadi di Majdal Shams, sebuah kota yang penduduknya adalah penganut Druze yang berbahasa Arab, pada Sabtu. Kejadian ini mendorong Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu untuk kembali lebih awal dari Amerika Serikat (AS), di mana ia sebelumnya berpidato di Kongres dan bertemu sejumlah tokoh termasuk Presiden AS Joe Biden, Wakil Presiden Kamala Harris, dan mantan Presiden AS Donald Trump.
“Hizbullah akan membayar harga yang mahal …. harga yang belum pernah dibayar sebelumnya,” kata Gallant, dikutip AFP, Senin (29/7/2024).
Serangan Paling Mematikan
Militer Israel menyebut insiden ini sebagai “serangan paling mematikan terhadap warga sipil Israel” sejak serangan 7 Oktober. Israel menyalahkan gerakan Hizbullah Lebanon dan menuduh mereka menembakkan roket Falaq-1 buatan Iran.
Korban Anak-Anak
Serangan roket di Majdal Shams menghantam lapangan sepak bola dan menewaskan anak-anak muda yang menurut otoritas setempat berusia 10 hingga 16 tahun.
Ribuan penduduk memadati jalan-jalan kota dalam upacara pemakaman yang penuh air mata untuk banyak korban tewas.
Peringatan dari Iran
Sementara itu, Iran memperingatkan Israel bahwa setiap petualangan baru di Lebanon dapat menyebabkan akibat tak terduga.
“Israel akan bertanggung jawab atas akibat dan reaksi yang tak terduga terhadap perilaku bodoh tersebut,” tambahnya.
Tuduhan Israel
Kanani mengatakan Israel sengaja menuduh Hizbullah untuk mengalihkan opini publik dan perhatian dunia atas kejahatannya di Gaza. Menurutnya, Israel tak memiliki “kewenangan moral” untuk mengomentari kematian di Majdal Shams yang direbut dari Suriah tahun 1967 itu, karena sampai sekarang pun pendudukan Israel tak diakui PBB.
Kemungkinan Salah Tembak
Di sisi lain, kepala Institut Analisis Militer Timur Dekat dan Teluk, Riad Kahwaji, mengatakan posisi yang menjadi target Hizbullah sebenarnya berada sekitar 2,4 kilometer (1,5 mil) dari kota. Sehingga “masih dalam batas kesalahan” dari roket yang tidak akurat.