Jakarta – Pengamat politik Muhammad Iqbal menilai bahwa kemunculan nama Tri Rismaharini alias Risma dan Abdullah Azwar Anas dapat menjadi lawan terkuat bagi petahana Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak, dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Jatim 2024.
Potensi Pertarungan Sengit di Pilgub Jatim 2024
“Munculnya nama dua kader PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Risma dan Anas, bisa menciptakan pertarungan sengit di arena Pilkada Jatim 2024,” kata Iqbal di Jember, Jawa Timur, pada Kamis, 1 Agustus 2024, seperti dikutip Antara.
Sebagai Menteri Sosial dan mantan Wali Kota Surabaya dua periode, Risma memiliki modal elektoral dan jejaring sosial yang kuat. Demikian juga dengan Anas, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) serta pernah dua kali memimpin Kabupaten Banyuwangi.
Koalisi PDIP, PKB, dan Nasdem: Poros Baru yang Potensial
Namun, menurut Iqbal, PDIP masih harus berkoalisi minimal dengan satu partai politik lain, apakah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atau Nasdem, karena PDIP hanya menguasai 21 kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim dari syarat pencalonan 24 kursi.
Nasdem juga harus berkoalisi dengan partai lain karena hanya memiliki 10 kursi DPRD, sedangkan PKB yang menguasai 27 kursi bisa langsung mencalonkan pasangan kader sendiri. Namun, melawan Khofifah-Emil yang diusung koalisi jumbo tujuh partai, tentu tidak mudah bagi PKB mencalonkan sendiri pasangan calon.
“Secara rasional baik PKB, PDIP, dan Nasdem sudah semestinya berkoalisi jadi poros baru. Ketiga partai itu juga dituntut solid dan matang dengan kalkulasi yang taktis dalam menempatkan siapa di posisi cagub dan cawagub, karena salah penempatan posisi dalam strategi koalisi bisa berakibat fatal, yakni minim dukungan elektoral,” kata Iqbal.
Kriteria Kemenangan: Popularitas, Kapabilitas, dan Elektabilitas
Iqbal menuturkan, jika kriteria kemenangan mengacu pada popularitas, kapabilitas, dan elektabilitas, maka secara rasional Risma sangat layak diusung menjadi bakal calon Gubernur Jatim, sedangkan bakal calon wakil gubernur bisa dari PKB.
Iqbal menilai persaingan sesama perempuan pemimpin itu sekaligus bisa mengafirmasi seberapa piawai keduanya mampu mengakomodasi dan mewujudkan seluruh agenda kepentingan kaum perempuan Jatim.
Pilkada Jatim: Kompetisi Demokrasi yang Sehat
Jika persaingan sesama perempuan Jatim itu terjadi, kata Iqbal, Pilkada Jatim bakal menyuguhkan kompetisi demokrasi yang sehat untuk pendidikan politik rakyat. Namun, semua itu kembali bergantung pada kedewasaan elite PKB, PDIP, dan Nasdem untuk menjadi teladan berdemokrasi.
Paket Risma-Anas: Posisi Tawar PDIP untuk Berkoalisi
Namun, Iqbal menilai Risma-Anas tidak bisa satu paket diusung jadi pasangan calon karena irisan kantong suaranya sama dan PDIP tidak punya golden tiket dalam Pilgub Jatim.
Bila dalam koalisi PDIP di posisi cawagub, kata Iqbal, maka kemungkinan nama Anas yang bakal disodorkan ketika PKB meminta posisi cagub, misalnya Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah atau Kiai Marzuki Mustamar.
“Apabila PKB menyodorkan Ida Fauziyah sebagai cagub Jatim, maka kemungkinan Anas yang disodorkan PDIP sebagai calon wagub, kendati elektabilitas dua nama itu sangat jauh di bawah nama Risma,” ujarnya.
Namun, jika PDIP hanya menempatkan kadernya sebagai cawagub karena PKB berkukuh meminta posisi Kiai Marzuki sebagai cagub, Iqbal mengatakan kemungkinan bisa lebih menguntungkan Khofifah-Emil memenangi Pilgub Jatim.