Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyiarkan peringatan mengenai potensi gempa dari dua megathrust yang sudah lama tidak melepaskan energi besarnya. Peringatan ini muncul setelah terjadinya gempa besar dengan Magnitudo 7,1 yang memicu tsunami di Jepang, yang bersumber dari Megathrust Nankai pada Jumat (8/8) pukul 14.42.58 WIB.
Megathrust adalah zona pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi yang memiliki potensi untuk memicu gempa kuat dan tsunami. Daerah ini diprediksi bisa ‘meledak’ secara berulang dengan jeda waktu hingga ratusan tahun. Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, menjelaskan bahwa Megathrust Nankai termasuk salah satu zona seismic gap, yaitu zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diperkirakan sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan atau stress kerak Bumi.
Menurut Daryono, Megathrust Nankai memiliki kesamaan dengan setidaknya dua megathrust di Indonesia yang sudah lama tidak melepaskan energinya dalam bentuk gempa. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust tersebut terakhir kali mengalami gempa lebih dari dua abad yang lalu.
Megathrust Selat Sunda memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun. Zona ini tercatat pernah ‘pecah’ pada tahun 1699 dan 1780 dengan Magnitudo 8,5.
Megathrust Mentawai-Siberut memiliki panjang 200 km dan lebar 200 km, serta slip rate 4 cm per tahun. Zona ini pernah mengalami gempa pada tahun 1797 dengan Magnitudo 8,7 dan pada tahun 1833 dengan Magnitudo 8,9.
Seperti halnya Megathrust Nankai, Daryono menyebut bahwa gempa di zona megathrust sangat potensial memicu tsunami. Merespons potensi pecahnya dua segmen tersebut, BMKG telah menyiapkan sistem monitoring, pemrosesan, dan diseminasi informasi gempa bumi serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
BMKG juga mengaku telah memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, dan evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai, dan infrastruktur kritis seperti pelabuhan dan bandara pantai. Semua ini dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan Pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community).