Jakarta – Teuku Riefky, seorang ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), menyarankan agar Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate di level 6,25 persen pada bulan ini. Menurut Riefky, meskipun inflasi menunjukkan tren penurunan, penurunan suku bunga yang terlalu cepat dapat meningkatkan volatilitas rupiah dan berpotensi melemahkan mata uang tersebut akibat arus modal keluar.
Riefky menekankan bahwa untuk menjaga perbedaan suku bunga dan menstabilkan mata uang, Bank Indonesia perlu menyelaraskan momentum penurunan suku bunga dengan kebijakan pelonggaran moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa BI sebaiknya tetap menahan BI-Rate di level saat ini.
Lebih lanjut, Riefky menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada dalam posisi yang cukup baik dari segi nilai tukar. Masuknya arus modal asing dalam beberapa pekan terakhir telah memicu apresiasi rupiah dan mengurangi tekanan eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah dapat terjaga dengan baik.
Di sisi lain, inflasi domestik mencapai titik terendahnya dalam 30 bulan terakhir dan secara bulanan mencatatkan deflasi selama tiga bulan berturut-turut. Kondisi ini mengindikasikan adanya potensi penurunan daya beli masyarakat. Perkembangan tingkat inflasi ini juga memberi sinyal bahwa ada kebutuhan untuk penurunan suku bunga guna memacu pertumbuhan permintaan agregat.
Namun, Riefky mengingatkan bahwa pemotongan suku bunga acuan yang terlalu dini berisiko mendorong arus modal keluar, sehingga meningkatkan volatilitas dan memicu depresiasi rupiah. Oleh sebab itu, ia menuturkan bahwa pemotongan suku bunga acuan oleh BI sebaiknya dilakukan sejalan dengan momentum pemotongan suku bunga The Fed untuk menjaga perbedaan tingkat suku bunga.