Jakarta – Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML) mengungkapkan bahwa laju pembelian mobil listrik di Indonesia lebih cepat dibandingkan dengan motor listrik. Sekretaris Jenderal AEML, Rian Ernest T, menyatakan bahwa peralihan kendaraan ke motor listrik di Indonesia masih jauh dari optimal.
Ernest menjelaskan bahwa motor sering dianggap sebagai aset oleh pembeli. Banyak dari mereka yang berharap motor yang baru dibeli bisa dijual kembali dengan harga yang tidak jauh lebih murah dari harga aslinya. Hal ini menunjukkan bahwa pasar motor di Indonesia memiliki karakteristik yang unik.
Menurut Ernest, pasar sekunder untuk motor konvensional atau motor berbahan bakar minyak (BBM) masih cukup baik dengan harga yang tetap stabil. Sementara itu, pasar sekunder untuk kendaraan listrik belum terbentuk dengan baik. Kondisi ini menjadi salah satu tantangan dalam mendorong adopsi motor listrik di Indonesia.
Ernest berharap perusahaan-perusahaan pembiayaan, perbankan, dan asuransi dapat mendukung pembiayaan kendaraan listrik untuk masyarakat Indonesia. Dukungan ini diharapkan dapat mempercepat peralihan dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
Lebih lanjut, Ernest mengungkapkan bahwa angka penyerapan insentif sebesar Rp7 juta untuk motor listrik pada tahun 2023 kurang baik. Hal ini disebabkan oleh perubahan persyaratan yang membuat masyarakat bingung. Ia membandingkan dengan persyaratan subsidi di tahun ini yang dinilai lebih jelas dan simpel, meskipun kuotanya tidak banyak.