Jakarta – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan beban utang yang signifikan kepada penerusnya, Prabowo Subianto. Pada tahun pertama saja, anggaran yang harus disiapkan untuk pembayaran utang mencapai sekitar Rp1.350 triliun.
Pembayaran ini mencakup utang jatuh tempo dan bunga utang yang harus dilunasi pada tahun 2025. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, total utang pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2024 telah mencapai Rp8.502,69 triliun.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa pada tahun 2025, utang jatuh tempo mencapai Rp800,33 triliun. Angka ini terdiri dari utang Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp94,83 triliun.
Pada tahun 2026, utang jatuh tempo diperkirakan akan meningkat lebih tinggi lagi, mencapai Rp803,19 triliun. Rincian utang ini terdiri dari SBN sebesar Rp703 triliun dan pinjaman sebesar Rp100,19 triliun.
Selain utang jatuh tempo, pemerintah juga harus membayar bunga utang yang mencapai Rp552,9 triliun pada tahun 2025. Pembayaran bunga ini terdiri dari bunga utang dalam negeri sebesar Rp497,62 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp55,23 triliun.
Jika dilihat secara rinci, pembayaran bunga utang terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2025, pembayaran bunga utang naik 10,8 persen dibandingkan dengan outlook APBN 2024 yang sebesar Rp499 triliun.
Pada tahun 2020, pembayaran bunga utang hanya sebesar Rp314,1 triliun. Angka ini kemudian naik menjadi Rp343,5 triliun pada tahun 2021, dan kembali naik menjadi Rp386,3 triliun pada tahun 2022. Pada tahun 2023, pembayaran bunga utang meningkat lagi menjadi Rp439,9 triliun.