in

Rencana Bangun Sinagoge di Al-Aqsa, Menteri Israel Dihujat!

Jakarta – Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, memicu kemarahan dengan pernyataannya bahwa ia akan membangun sebuah sinagoge di kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem, jika keputusan tersebut ada di tangannya.

Al-Aqsa, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam dan simbol identitas nasional Palestina. Namun, tempat ini juga merupakan situs tersuci bagi agama Yahudi, yang dihormati sebagai lokasi kuil kedua yang dihancurkan oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi.

Ketika ditanya apakah dia akan membangun sebuah sinagoge di kompleks masjid Al-Aqsa jika memiliki wewenang penuh, menteri garis keras Israel tersebut akhirnya menjawab, “Ya.” Pernyataan ini menambah ketegangan terkait situs suci di Yerusalem timur yang dianeksasi oleh Israel.

Menurut status quo yang dipertahankan oleh otoritas Israel, orang Yahudi dan non-Muslim lainnya diizinkan untuk mengunjungi kompleks Al-Aqsa selama jam-jam tertentu, tetapi mereka tidak diperbolehkan berdoa atau menampilkan simbol-simbol keagamaan di sana. Pembatasan ini sering dilanggar dalam beberapa tahun terakhir oleh kaum nasionalis garis keras, seperti Itamar Ben Gvir, yang tindakannya terkadang memicu reaksi keras dari warga Palestina.

Sejak menjadi Menteri Keamanan Nasional pada Desember 2022, Ben Gvir telah mengunjungi situs suci yang disengketakan itu setidaknya enam kali, yang menyebabkan kecaman dari berbagai pihak.

Sementara itu, kompleks masjid Al-Aqsa sendiri dikelola oleh Yordania, tetapi akses ke situs tersebut dikontrol oleh pasukan keamanan Israel. Ben Gvir juga mengatakan kepada Radio Angkatan Darat bahwa orang Yahudi seharusnya diizinkan untuk berdoa di kompleks tersebut.

Pemerintah Yordania dengan cepat menanggapi pernyataan terbaru Ben Gvir tersebut. Pemerintah Arab Saudi dan Qatar juga mengutuk komentar menteri Israel tersebut. Kementerian Luar Negeri Qatar juga mengutuk seruan untuk membangun sinagoge di kompleks Al-Aqsa sebagai “provokasi terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia”. Kementerian memperingatkan bahwa hal itu dapat merusak upaya untuk mencapai gencatan senjata di Gaza.