Jakarta – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa inflasi pada Agustus 2024 tercatat sebesar 2,12% (yoy). Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya harga sebagian besar komoditas pangan.
Kepala BKF Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa terkendalinya harga pangan diharapkan menjadi sinyal positif bagi masyarakat. “Harga pangan yang semakin terjangkau diharapkan dapat meringankan beban masyarakat,” ujarnya. Namun, Febrio juga mengingatkan bahwa pemerintah tetap waspada terhadap potensi risiko musim kemarau yang dapat mempengaruhi produksi beras dan hortikultura.
Menurut komponen inflasi, inflasi inti mengalami kenaikan menjadi 2,02% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh kenaikan harga pada kelompok pakaian dan alas kaki, perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi, termasuk emas.
Inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) juga mengalami kenaikan menjadi 1,68% (yoy). Kenaikan ini terutama disebabkan oleh naiknya harga BBM nonsubsidi dan rokok. Sementara itu, inflasi harga bergejolak (volatile food) melanjutkan tren penurunan menjadi 3,04% (yoy). “Penurunan harga pangan terutama didorong oleh pasokan yang melimpah seiring masa panen dan turunnya biaya produksi seperti pakan jagung,” jelas Febrio.
Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, seperti bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras, telah memberikan dampak positif terhadap daya beli masyarakat, menurut Febrio.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia untuk Agustus 2024 tercatat berada di level 48,9. Febrio menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh menurunnya kinerja sektor manufaktur global di tengah tekanan permintaan. “Walaupun PMI mengalami penurunan, optimisme tetap terjaga berkat kinerja positif dari beberapa industri unggulan di dalam negeri,” tambahnya.
Industri makanan dan minuman serta kimia farmasi hingga triwulan II-2024 konsisten tumbuh di atas 5% (yoy). Bahkan, industri logam dasar tumbuh hingga 18,1% (yoy) seiring dengan proses hilirisasi yang semakin menunjukkan hasil.
Meskipun demikian, perhatian terus diberikan kepada industri yang tertinggal (lagging industry) yang menghadapi tantangan berat. “Pemerintah terus berupaya memberikan dukungan agar industri-industri ini dapat bangkit dan bersaing,” kata Febrio.
Sebagai langkah menjaga daya saing produk tekstil dan produk tekstil (TPT), pemerintah telah menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk beberapa produk hingga tahun 2027. Produk-produk tersebut antara lain pakaian dan aksesori pakaian hingga November 2024, tirai dan kelambu tempat tidur serta benang dari serat staple sintetik dan artifisial hingga Mei 2026, kain dan karpet hingga Agustus 2027, serta penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk poliester staple fiber (benang) dari India, Tiongkok, dan Taiwan hingga Desember 2027.