Jakarta – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa berbagai dinamika dan problematika yang kompleks di berbagai sektor usaha dan profesi, termasuk industri media. Risiko disrupsi dan destruksi yang dihadirkan oleh AI memerlukan tata kelola yang cermat. Meskipun AI menawarkan berbagai manfaat berupa efisiensi dan kreativitas, teknologi ini juga menghadirkan tantangan teknis dan etis yang signifikan dalam industri media dan kerja jurnalis.
Teknologi AI memberikan sejumlah aplikasi yang dapat digunakan oleh media dan jurnalis. AI Prediktif, misalnya, dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi konten dan analisis tren pembaca masa mendatang. Sementara itu, AI Generatif mampu meringkas wawancara dengan cepat dan memberikan analisis data dalam jumlah besar. Dengan mengotomatiskan banyak tugas repetitif dan menyederhanakan proses yang rumit, AI dapat merevolusi cara kerja media, memberikan kelapangan bagi jurnalis untuk lebih fokus pada pekerjaan analitis dan kreatif.
AI sebagai alat bantu keredaksian dapat menghasilkan konten yang lebih relevan dan menarik bagi pembaca. Selain itu, AI juga dapat memberikan saran inovasi dan gagasan untuk diseminasi konten kepada khalayak yang lebih luas. Namun, disrupsi positif AI juga menimbulkan kekhawatiran akan destruksi yang serius. Misalnya, apakah otomatisasi yang difasilitasi AI akan berdampak pada menurunnya kualitas konten dan mengancam eksistensi jurnalis.
Mengacu pada perkembangan pesat teknologi AI, tidak menutup kemungkinan bahwa AI akan dapat melakukan tugas dan fungsi editorial di masa depan. Sejumlah media di dalam dan luar negeri sudah banyak yang menggunakan AI untuk berbagai kebutuhan mereka. Namun, komponen manusia dalam fungsi luhur sebagai gate keeper di media rentan tergantikan atau setidaknya tersaingi. Di era digital saat ini, konsumsi informasi oleh manusia telah dapat dikontrol sepenuhnya oleh algoritma.
Ketika memutuskan untuk menggunakan AI, media harus bertanggung jawab memastikan keterbukaan dan transparansi kepada pembaca. Kontrol gate keeper redaksional harus tetap berada pada integritas jurnalis berpengalaman untuk menjamin akurasi, kedalaman, dan keberpihakan berdasarkan kepekaan hati nurani dan akal sehat. Media harus segera menyusun strategi untuk mengoptimalkan teknologi AI tanpa mengorbankan integritas jurnalistik. AI harus difungsikan sebagai sarana meningkatkan kualitas dan kuantitas konten yang diproduksi, sembari memastikan jurnalis memiliki kelapangan dalam membangun potensi diri dan media tempat bernaungnya.
Konten yang terkesan sangat realistis produksi AI, meskipun sebenarnya adalah disinformasi, dapat memperburuk ekosistem media massa. Deepfake dan konten manipulatif yang menjamur karena teknologi dan kanal digital menimbulkan konsekuensi dilema etika yang harus dihadapi oleh media. Menegakkan norma etika dalam kerja jurnalistik menjadi lebih rumit, terutama jika produksi konten hingga keputusan redaksional melibatkan AI.
Hingga saat ini, masih banyak yang meyakini bahwa AI, ketika difungsikan sebagai sistem penunjang keputusan, sangat rentan bias karena algoritma yang tertanam atau data olahan yang dipasok kepadanya. Garbage in, garbage out! Penggunaan AI yang sembrono dapat meningkatkan ketidakpastian informasi dan berujung konflik, tanpa ada kejelasan siapa yang harus bertanggung jawab atas konten AI jika ternyata ilegal atau berbahaya.
Seperti banyak negara lain, Indonesia tengah berupaya membuat tata kelola untuk mengurangi risiko ini. Namun, tidaklah mudah membuat tata kelola yang melindungi kepentingan publik sambil memastikan inovasi tidak terhambat. Beberapa titik awal yang penting adalah prinsip-prinsip etika yang disarankan oleh Kementerian Kominfo melalui Surat Edaran No. 9/2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan. Khusus penggunaan AI bagi media siber, prinsip-prinsip tersebut termaktub pada Prinsip-prinsip Penggunaan Kecerdasan Buatan untuk Media Siber dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Meskipun demikian, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa media, jurnalis, dan masyarakat luas mampu menggunakan AI secara bertanggung jawab, aman, dan beretika. Masa depan media dan jurnalis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan mereka dalam beradaptasi.