Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya deflasi sebesar 0,03% (month-to-month) pada bulan Agustus 2024. Sementara itu, inflasi inti mencapai 0,20% yang dipicu oleh beberapa komoditas utama seperti kopi bubuk, emas, gula, dan biaya pendidikan. Data ini mencerminkan dinamika signifikan dalam perekonomian Indonesia, terutama di sektor-sektor yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Di tengah gejolak pasar dan tekanan ekonomi global, harga komoditas pada perdagangan Selasa, 3 September 2024, meskipun mengalami penurunan, masih berada di kisaran USD 2.500 per troy ons. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan, harga komoditas tetap relatif stabil di pasar internasional.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko ANTAM, Arianto Sabtonugroho Rudjito, mengungkapkan adanya tren kenaikan permintaan emas di tengah tren kenaikan harga komoditas emas. Menurutnya, rata-rata volume penjualan emas ANTAM mencapai 3 ton per bulan sejak Mei 2024. Ini menunjukkan bahwa meskipun harga emas naik, permintaan tetap tinggi, mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap emas sebagai aset yang aman.
Head of Industry & Regional Research Bank Mandiri, Dendi Ramdani, menyebutkan bahwa pergerakan harga emas sangat tergantung pada sentimen global. Saat ketidakpastian ekonomi dan geopolitik masih tinggi, tren peningkatan harga emas terus berlanjut. Ini menunjukkan bahwa emas masih dianggap sebagai aset yang aman di tengah ketidakpastian global.
Selain itu, pelemahan nilai tukar Rupiah juga turut mengerek harga emas di pasar domestik. Hal ini berdampak pada kontribusi emas terhadap inflasi. Dengan nilai tukar Rupiah yang melemah, harga emas dalam Rupiah menjadi lebih tinggi, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia.