Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengimbau pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Menurut Astuti, kajian yang dilakukan oleh pihaknya tahun lalu menunjukkan bahwa pengetatan subsidi BBM dapat menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp34,24 triliun jika pembatasan diterapkan pada semua jenis kendaraan pribadi.
Astuti menjelaskan lebih lanjut bahwa pembatasan untuk mobil pribadi dapat menghemat anggaran sebesar Rp32,14 triliun. Selain itu, pembatasan pembelian maksimal 60 liter per kendaraan dapat menghemat Rp17,71 triliun, dan pembatasan pada mobil dengan kapasitas mesin 1.400 cc dapat menghemat Rp14,81 triliun.
Namun, Astuti juga mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi menekan daya beli masyarakat. Saat ini, daya beli masyarakat sudah tertekan akibat menurunnya jumlah kelas menengah dan terbatasnya penciptaan lapangan kerja. Kondisi inflasi yang tidak sebanding dengan kenaikan upah juga merupakan faktor yang menggerus daya beli masyarakat. Jika kebijakan pembatasan BBM subsidi dilanjutkan, dikhawatirkan akan berdampak pada kontraksi perekonomian nasional.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meyakini bahwa pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite tidak akan mengganggu daya beli masyarakat. Luhut menegaskan bahwa tidak ada kenaikan harga BBM dalam kebijakan ini. Pembatasan pembelian BBM Pertalite bertujuan untuk memastikan bahwa subsidi tersalurkan dengan tepat sasaran.
Dengan demikian, lanjut Luhut, BBM Pertalite tidak akan bisa dibeli oleh masyarakat yang tidak berhak memperoleh subsidi. Kebijakan ini diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan anggaran subsidi BBM sehingga lebih tepat sasaran dan efisien.