Jakarta – Harga minyak mentah dunia menunjukkan stabilitas pada perdagangan Rabu (18/9), setelah mengalami kenaikan pada hari sebelumnya. Para investor saat ini tengah menanti kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), terkait besaran pemangkasan suku bunga yang akan diumumkan.
Minyak mentah berjangka Brent mengalami penurunan tipis sebesar 3 sen, menjadi US$73,67 per barel, yang menunjukkan kondisi harga yang relatif stagnan. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 11 sen, menjadi US$71,08 per barel.
Analis dari Fujitomi Securities, Mitsuru Muraishi, menyatakan bahwa pasar telah mencapai ketenangan setelah memperhitungkan kekhawatiran terkait kerusakan akibat Badai Francine dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Menurutnya, faktor-faktor ini telah diantisipasi oleh pasar sehingga tidak lagi memberikan dampak signifikan pada harga minyak.
Pada perdagangan Selasa (17/9), kedua kontrak acuan, Brent dan WTI AS, mengalami kenaikan sekitar US$1 per barel. Kenaikan ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan minyak mentah AS akibat Badai Francine. Badai tersebut melanda Teluk Meksiko, yang merupakan pusat produksi minyak dan gas AS, sehingga operasional di wilayah tersebut sempat dihentikan.
Selain dampak badai, kenaikan harga minyak juga didorong oleh potensi berlanjutnya konflik di Timur Tengah. Situasi semakin memanas setelah muncul tudingan bahwa Israel berada di balik ledakan massal pager di Lebanon. Negara Zionis tersebut diduga menyasar milisi Hizbullah dengan memasang pager bermuatan peledak.
Hizbullah berjanji akan membalas Israel setelah insiden ledakan pager di Lebanon pada Selasa kemarin, yang menewaskan 9 orang dan melukai hampir 3.000 lainnya, termasuk para pejuang dan utusan Iran untuk Beirut. Ketegangan ini menambah ketidakpastian di pasar minyak global, yang turut mempengaruhi pergerakan harga.