Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan peningkatan signifikan dalam transaksi dagang menggunakan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS). Data terbaru menunjukkan lonjakan hampir 50 persen dalam penggunaan LCS, dengan jumlah pelaku yang terus bertambah.
Fenomena ini mencerminkan tren yang semakin kuat di mana banyak pihak mulai meninggalkan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi bilateral dan beralih ke mata uang lokal masing-masing negara. Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengungkapkan bahwa pada periode Januari hingga Agustus 2024, transaksi LCS mencapai US$6,4 miliar. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 yang hanya mencapai US$4,3 miliar.
Pada bulan Agustus saja, transaksi LCS mengalami peningkatan sebesar 58 persen, mencapai US$904 juta. Jumlah pelaku yang menggunakan LCS juga meningkat drastis, dari sekitar 2.000 pelaku menjadi sekitar 5.000 pelaku.
Menurut situs resmi BI, Local Currency Settlement (LCS) adalah mekanisme penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara. Setelmen transaksi ini dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing. Sebagai contoh, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Jepang dapat diselesaikan dalam mata uang rupiah, dengan setelmen transaksi dilakukan di Indonesia. Sebaliknya, jika transaksi dilakukan dalam mata uang Yen, maka setelmen dilakukan di Jepang.
Hingga saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama LCS dengan beberapa negara, termasuk Malaysia, Thailand, Jepang, dan China. Selain itu, penerapan LCS juga sedang dalam tahap pembahasan dengan Singapura dan Korea Selatan.