Jakarta – Dalam suasana yang kian memanas di Lebanon, seorang ahli dari Alma Research Center mengungkapkan bahwa pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) merasa terancam oleh kelompok milisi Hizbullah. Tal Beeri, Direktur Alma Research Center, menyatakan bahwa UNIFIL berada dalam posisi sulit karena ketakutan terhadap Hizbullah, sehingga mereka enggan bertindak jika milisi tersebut menempatkan peluncur roket di sekitar markas mereka.
Beeri, yang memiliki latar belakang sebagai mantan anggota unit intelijen Pasukan Pertahanan Israel (IDF), menegaskan bahwa UNIFIL tidak hanya takut, tetapi juga merasa tidak mampu melawan Hizbullah. Menurutnya, segala tindakan dan pernyataan dari Hizbullah cenderung diikuti oleh pasukan penjaga perdamaian tersebut, menunjukkan ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi ancaman yang ada.
Seiring dengan pernyataan Beeri, Alma Research Center merilis peta yang menunjukkan lima markas UNIFIL yang diduga telah dimanfaatkan oleh Hizbullah sebagai tempat peluncuran roket ke Israel. Lembaga ini mengklaim bahwa sejak pecahnya konflik, sebanyak 22 roket telah ditembakkan dari sekitar markas UNIFIL ke wilayah Israel.
Pasukan militer Israel melancarkan invasi darat ke Lebanon selatan sejak 1 Oktober lalu. Sejak itu, markas dan personel UNIFIL menjadi sasaran serangan Israel, yang menuduh mereka berdekatan dengan area operasi Hizbullah. Serangan ini telah mengakibatkan cedera pada belasan personel UNIFIL, termasuk anggota TNI dan tentara Sri Lanka.
Israel juga telah mendesak agar UNIFIL mundur sejauh lima kilometer dari Blue Line, garis demarkasi antara Lebanon dan Israel. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada 13 Oktober, menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menarik UNIFIL dari wilayah tersebut.
Meskipun ada tekanan untuk mundur, UNIFIL menegaskan komitmen mereka untuk tetap berada di posisinya dan menjaga perbatasan Lebanon-Israel.