Jakarta – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan bahwa proyek Satelit Republik Indonesia kedua, yang dikenal dengan nama Satria-2, akan terus berlanjut tanpa hambatan. Proyek ini merupakan bagian dari inisiatif pemerintah untuk memperkuat konektivitas digital di seluruh pelosok negeri, terutama di daerah-daerah terpencil yang masih minim akses internet.
Satria-2 dirancang sebagai satelit kembar, terdiri dari Satria-2A dan Satria-2B. Keberadaan satelit ini diharapkan dapat memperkokoh infrastruktur telekomunikasi Indonesia, dengan fokus utama pada penyediaan konektivitas di wilayah yang belum terjangkau sinyal internet. Dengan demikian, Satria-2 diharapkan dapat menjadi solusi bagi tantangan digitalisasi di daerah-daerah terpencil.
Harris, perwakilan dari Bakti Kominfo, menjelaskan bahwa proyek Satria-2 telah masuk dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri 2024, yang dikenal sebagai Green Book. Hal ini sejalan dengan Keputusan Kepala Bappenas nomor Kep.25/M.PPN/HK/04/2024, yang menegaskan pentingnya proyek ini dalam rencana pembangunan nasional.
Lebih lanjut, Harris menyatakan bahwa koordinasi antara Bakti Kominfo dan Bappenas terus dilakukan untuk memastikan kelancaran proyek Satria-2. Proyek ini diharapkan dapat melengkapi kinerja Satelit Republik Indonesia-1 (Satria-1), yang telah diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat pada Juni 2023. Satria-1, dengan kapasitas 150 Gbps, telah beroperasi sejak akhir 2023, menyediakan akses internet di 37 ribu titik di seluruh Indonesia dengan kecepatan sekitar 3-5 Mbps per lokasi.
Harris menambahkan bahwa koordinasi ini dilakukan sambil mempertimbangkan permintaan dan perkembangan teknologi di masa depan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proyek Satria-2 dapat memenuhi kebutuhan konektivitas digital di Indonesia yang terus berkembang.
Pada awal 2024, Direktur Utama Bakti Kominfo, Fadhillah Mathar, menyatakan bahwa Satria-2 diupayakan untuk dibangun guna mendukung konektivitas yang telah disediakan oleh Satria-1. Proyek ini menggunakan skema pendanaan loan agreement, yang berbeda dengan pendanaan APBN rupiah murni. Indah, sapaan akrab Fadhillah Mathar, menjelaskan bahwa karena skema pinjaman luar negeri, pengadaan Satria-2 kemungkinan besar akan selesai paling lambat pada 2025. Nilai investasi untuk pembangunan Satria-2 diperkirakan mencapai USD 860 juta atau sekitar Rp 13,3 triliun.