Kuala Lumpur – Pemerintah Malaysia berencana mengajukan nota protes kepada otoritas Filipina terkait undang-undang maritim terbaru yang dikeluarkan negara tersebut. Undang-undang ini memicu klaim tumpang-tindih di Laut China Selatan, sebuah wilayah yang telah lama menjadi sumber ketegangan internasional.
Nota protes dari Kuala Lumpur ini muncul setelah adanya keluhan dari China terhadap UU Zona Maritim Filipina dan UU Jalur Laut Kepulauan. Manila mengklaim bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk memperkuat klaim maritimnya dan meningkatkan integritas teritorialnya. Namun, langkah ini justru menimbulkan reaksi keras dari negara-negara tetangga.
Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Alamin, dalam pernyataannya yang dilansir oleh Reuters pada Jumat (15/11/2024), menyatakan bahwa pemerintah Malaysia telah meninjau dokumen-dokumen terkait UU maritim terbaru Filipina. Hasil peninjauan menunjukkan bahwa dokumen tersebut menyinggung klaim atas Sabah di Borneo, yang merupakan bagian dari wilayah Malaysia.
Kementerian Luar Negeri Filipina hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait nota protes dari Malaysia. Filipina memiliki klaim yang tidak aktif atas bagian timur Sabah sejak masa kolonial, meskipun pernyataan resmi mengenai masalah ini jarang muncul. Pada tahun 2011, Mahkamah Agung Filipina memutuskan bahwa klaim tersebut tidak pernah dicabut.
Sabah sendiri adalah salah satu negara bagian Malaysia yang terletak di pulau Borneo, yang juga berbatasan dengan wilayah Kalimantan dan Brunei Darussalam.
Protes Malaysia ini mengikuti langkah otoritas China yang sebelumnya, pada Jumat (8/11), memanggil Duta Besar Filipina di Beijing. China menyampaikan “pernyataan serius” atau protes diplomatik atas keberatan terhadap dua UU terbaru yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyatakan bahwa UU baru Filipina tersebut “secara ilegal mencakup sebagian besar Pulau Huangyang dan Kepulauan Nansha yang merupakan wilayah China, serta area-area maritim terkait di zona maritim Filipina”. Kedua pulau ini merujuk pada Scarborough Shoal dan Kepulauan Spratly, yang merupakan wilayah sengketa di Laut China Selatan.
Mao Ning menegaskan bahwa kedua UU baru tersebut merupakan “pelanggaran serius” terhadap klaim China atas area-area yang disengketakan di Laut China Selatan. Pernyataan ini menambah ketegangan di wilayah yang sudah lama menjadi pusat perselisihan antara beberapa negara.
Presiden Ferdinand Marcos Jr dalam pernyataannya menjelaskan bahwa dua UU yang ditandatanganinya merupakan perwujudan komitmen Filipina dalam menegakkan tatanan berbasis aturan internasional. Selain itu, UU tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak Manila dalam mengeksploitasi sumber daya alam secara damai di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).