in

Keuntungan Tak Terduga dari Mobil Listrik Impor Bebas Pajak!

Jakarta – Kebijakan pemerintah yang memberikan insentif berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil listrik impor CBU telah memicu berbagai reaksi di kalangan industri otomotif. Yannes Martinus Pasaribu, seorang pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan bahwa kebijakan ini, yang diatur dalam Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi atau Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2024, memiliki potensi untuk memberikan dampak positif yang signifikan.

Salah satu keuntungan utama dari kebijakan ini adalah percepatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Dengan adanya insentif ini, diharapkan masyarakat akan lebih tertarik untuk beralih ke kendaraan listrik, yang pada gilirannya dapat mengurangi emisi karbon dan mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca.

Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong pembangunan infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian daya atau SPKLU. Dengan semakin banyaknya SPKLU yang tersedia, pengguna kendaraan listrik akan lebih mudah dalam mengisi daya kendaraan mereka, sehingga meningkatkan kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap kendaraan listrik.

Kebijakan bebas PPnBM ini juga berpotensi menarik investasi besar dalam rantai pasok kendaraan listrik, terutama di sektor baterai. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral seperti nikel, yang merupakan komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Dengan adanya insentif ini, diharapkan akan ada lebih banyak investasi yang masuk ke sektor ini, yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian nasional.

Namun, di balik berbagai keuntungan tersebut, Yannes juga menyoroti beberapa tantangan dan risiko yang perlu diwaspadai. Salah satu risiko utama adalah potensi melemahnya daya saing industri otomotif dalam negeri. Produsen otomotif yang telah berinvestasi besar di Indonesia, seperti Hyundai dari Korea Selatan, mungkin akan menghadapi persaingan yang lebih ketat dari produk impor yang lebih murah.

Ketergantungan yang terlalu besar pada produk mobil listrik impor juga dapat melemahkan kemandirian industri otomotif dalam negeri. Jika tidak diimbangi dengan pengembangan industri lokal, kebijakan ini dapat membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap gangguan rantai pasok global.

Perusahaan otomotif yang telah lama berinvestasi di Indonesia juga berpotensi mengalami efek bola salju dari kebijakan ini. Alih-alih mengembangkan teknologi secara bertahap dari mesin pembakaran internal (ICE) ke hybrid dan akhirnya ke listrik murni, mereka mungkin harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah, yang dapat menghambat perkembangan teknologi lokal.

Untuk mengatasi tantangan ini, Yannes menyarankan agar pemerintah menyeimbangkan insentif bagi produsen lokal dan asing. Dengan menciptakan iklim persaingan dagang yang sehat, diharapkan industri otomotif dalam negeri dapat berkembang secara berkelanjutan dan tidak hanya bergantung pada produk impor.